"TUHAN memBUAT segala sesuatu INDAH pada waktu-NYA..." (Pengkhotbah 3:11)
Kamis, 05 April 2012
JUMAT AGUNG
Yohanes 3:16
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."
Menjelang
kematian-Nya di kayu salib, Yesus masih harus menghadapi penolakan
orang Yahudi (Yoh. 12:37), pengkhianatan Yudas (Yoh. 13:25), bahkan
penyangkalan Petrus (Yoh. 13:38). Bukanlah suatu hal yang aneh jikalau
peristiwa penolakan dan pengkhianatan dirangkaikan dengan kepedihan
hati, sebagaimana dinyatakan dalam Yohanes 12:27 dan 13:21. Namun
demikian, jika kita meneliti lebih lanjut, maka kepedihan hati Tuhan
dengan sikap penolakan dan pengkhianatan, bukanlah sekedar suatu
rangkaian yang lumrah. Mari kita telusuri kembali dengan singkat. Penolakan
dan pengkhianatan adalah merupakan suatu tindakan. Suatu tindakan yang
tidak menghargai relasi dengan Yesus sekaligus dengan Allah (Yoh.
12:44-50). Ketika orang Yahudi menetapkan sikap menolak Yesus dengan
ketidakpercayaan mereka, mereka bermaksud memutuskan relasi dengan
Yesus, bahkan dengan orang-orang yang percaya kepada-Nya (Yoh. 12:42).
Demikian pula ketika Yudas mengkhianati Yesus, ia meninggalkan Yesus dan
rekan-rekan sepanggilannya untuk kemudian menjual gurunya (Yoh. 13:30).
Keduanya mencerminkan tidak adanya lagi suatu percakapan, pergumulan
dan penghargaan atas suatu relasi. Tindakan mereka seolah-olah memaksa
Yesus untuk menerima keputusan mereka. Ketidakpercayaan orang Yahudi
seolah-olah ingin meniadakan Yesus. Pengkhianatan Yudas seolah-olah
bermaksud memaksa Yesus menuruti kemauannya, bahkan untuk mencapai
maksudnya sendiri. Penolakan dan pengkhianatan seolah-olah bermaksud
menjadikan Yesus pasif, tidak berdaya, dan akhirnya semata-mata menjadi
korban. Bagaimana sikap Yesus kepada mereka?
Apakah semuanya ini
kemudian menjadikan Yesus pasif, tidak berdaya dan kemudian masuk dalam
kepedihan? Bagaimana pula sikap kita sebagai anak-anak-Nya menghadapi
keaktifan orang berdosa atas kehidupan kita? Alkitab menegaskan bahwa
kepedihan hati TUHAN bukanlah karena ketidakberdayaan dalam kepasifan,
ataupun ketidakberdayaan menghadapi kejahatan manusia. Gema Kitab Nabi
Yesaya menjelaskan hal ini (Yoh. 12:40). Demikian pula ketika Yesus
menghadapi keaktifan Yudas yang mengkhianati-Nya, Yesus justru
memberikan roti kepada Yudas dan berkata kepadanya, "Apa yang hendak
kauperbuat, perbuatlah dengan segera." Yesus tidak menjadi pasif dalam
keaktifan kejahatan manusia. Ia aktif, sekaligus pedih! Inilah keajaiban
pekerjaan Tuhan dalam dunia ini. Aktif tidak menjadikan arogan,
seolah-olah semuanya hanya sekedar sandiwara dan kitalah sutradaranya.
Pedih, bukan sekedar karena merasa menjadi korban kejahatan manusia
dalam ketidakberdayaan. Inilah panggilan kita dalam jaman yang semakin
rumit ini.
Bagaimana Yesus menghadapi penyangkalan Petrus?
Penyangkalan Petrus membawa kepedihan tersendiri bagi Tuhan. Namun
rangkaiannya berbeda dengan penolakan dan pengkhianatan. Antara Yesus
dan Petrus masih ada percakapan. Petrus masih bergumul dengan Tuhannya.
Petrus sangat menghargai dan memelihara relasi dirinya dengan Tuhannya
(Yoh. 13:9, 37). Ketika suami-istri berselisih, ketika sesama jemaat
berselisih, ketika orang tua-anak berselisih, marilah kita meletakkannya
dalam pergumulan dan percakapan dalam persekutuan yang telah
dianugerahkan Tuhan bagi kita. Ketika kita sukar memahami pimpinan
Tuhan, ketika kita tersesat, kembalilah bergumul dalam persekutuan
dengan-Nya. Jangan biarkan 'percakapan' kita dengan Tuhan tersingkirkan
oleh berbagai percobaan dan kelemahan diri kita. Itulah sebabnya TUHAN
menegaskan kembali hukum yang baru, yaitu kasih - menjadi ciri kehidupan
murid sebagaimana Yesus mengasihi kita, bahkan sampai pada kesudahannya
(Yoh. 13:1, sebagai pembukaan pasal 13). Kepedihan karena kasih sangat
diperlukan. Kepedihan karena kita menghargai relasi kita dengan Tuhan
harus kita pelihara. Kepedihan yang mendorong kita semakin lama semakin
mengalami kelimpahan kasih-Nya dalam persekutuan kita satu dengan yang
lain.
Selamat mempersiapkan hati memasuki peringatan Jumat Agung,
serta menerima perjamuan Tuhan, sekaligus menyambut dengan iman dan
pengharapan kuasa kebangkitan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar